Senin, 11 November 2013

Aduh!

Dengan bermacam dalih yang ada, beberapa bulan belakangan ini saya menjauh dari genggaman pena. Benar-benar menjauh. Draft novel masih terbengkalai. Tak ada cerpen. Tak jua ringkas cerita. Terlebih lagi sebait puisi.

Alangkah angkuh kalau saya menyebut diri ini sedang jenuh dengan semua yang berbau sastra dan turunan-turunannya. Amat kecil sekali langkah ini baru menjelajah. Dan naif sekali kalau saya bilang sudah bosan dengan semua panorama (sastra).

Namun barangkali memang inilah yang sebenarnya terjadi. Seperti ibu hamil yang sedang alergi dengan satu/beberapa jenis makanan, saya benar-benar mual dengan semua jenis puisi. Rangkaian kata paling menakjubkan sekalipun menjadi hambar. Apalagi cerpen. Apalagi novel.

Ada suara dalam diri yang sering terdengar lantang. “Saya muak dengan segala kepura-puraan, fiksi dan segala cinta-cintaan yang picisan.”

Saya turuti saja ‘ngidam’ saya itu. Menjauh dari segala bebauan sastra.

Berlalu waktu. Saya masih baik-baik saja. Dan memang baik-baik saja. Sebagai seseorang yang mengoleksi buku dengan masyoritas lembaran fiksi, saya cukup kaget juga dengan kedayatahanan ini. Sampai bait tulisan ini ditera, saya bersimpul (dengan hati yang dagdigdug) bahwa ternyata menulis bukan passion saya. Sastra bukan cinta saya. Saya bisa hidup tanpanya. Dan tetap baik-baik saja.


Ini perlu saya tegaskan karena beberapa tahun belakangan, dalam intensitas saya yang cukup tinggi (tsaelah) dengan puisi dan semacamnya, berjarak saja dengan dunia tulis menulis rasanya mengerikan bukan main, apalagi sampai harus benar-benar berlepas tangan hingga berbulan-bulan.

Tapi kini saya harus mengahadapi kenyataan itu. Apa yang saya kira telah mendarah daging dalam diri saya rupanya hanya sehirup nafas yang dengan mudahnya saya hembuskan kembali. Meski di sisi lain saya juga tidak bisa menampik kenyataan bahwa ada denyut-desir lain yang mulai menggejala. Seperti perangai perasaan-perasaan lama.

Lantas terlalu mulukkah kalau saya mengira sebentar lagi akan ada pemberontakan dari dalam diri? Dan mulai menggugat hal-hal kecil. Tulisan ini, misalnya.