Titik-titik salju jatuh bertabur di tubuh kota.
Memutihkan atap-atap rumah yang tinggi. Menjadikannya seperti kepala para
manula yang tertunduk dingin, putih dan renta. Padahal ini musim dingin yang
biasa, salju bertumpuk dan perlahan mencair di
mana saja, tetapi penduduk kota masih saja bertahan di depan perapian.
Orang-orang dewasa menenggak anggur, bernyanyi dan melanturkan cerita-cerita
yang membosankan.
Seorang gadis kecil berhasil menarik diri.
Menyelinap dan keluar dengan balutan baju, syal dan topi tenunan ibunya yang tebal dan hangat. Hanya bulat wajahnya yang langsung bersentuhan dengan hawa dingin kota. Namun
senyum yang cerah justru terkembang di wajah itu seraya dua kakinya saling
berpacu, melompat-lompat, berjalan zig-zag, membuat jejak-jejak di atas
hamparan putih salju yang perlahan mencair.
Gedung-gedung yang
menjulang memberi jarak selebar tiga hingga lima kali regangan tanganya untuk
leluasa menjelajah kota. Ke tempat-tempat yang belum pernah ia tapaki. Yang di
hari biasa jalanan itu akan penuh lalu-lalang orang dewasa yang berjalan
tergesa.
Jantungnya berdegup –berdendang- riang sekali.
Matanya yang biru dan kecil berputar kesana-kemari. Mata yang kini serasa memiliki seluruh kota.
Hingga di sebuah tempat ia baru berhenti. Nafasnya sediki tersengal. Pandangannya kini terpaku
pada sebuah papan tulis besar seperti yang ada di kelasnya. Ivan, Jini, Juli,
Juanita, Cecile, Martina, Erico, dan sekian banyak nama telah tertera di sana dengan gaya tulisan masing-masing.
Tak sadar tanganya
langsung merebut kapur tulis yang tergeletak di bawah papan itu. Jika saja ia
tak memakai sarung tangan, kapur sepanjang jari telunjukknya itu pasti akan
terasa dingin sekali dalam genggamannya.
Dengan sedikit menjinjitkan kakinya gadis
kecil itu berhasil menambahkan sebuah nama, Alma.
Tiba-tiba ia mendengar suara benda berderak dari arah yang berlawanan. Dari
tolehan kepalanya sebuah boneka berdiri di balik kaca memukau pandangannya, berikut jendela toko berbentuk bulat seperti mulut seekor beruang
raksasa yang
menganga.
Hanya dalam hitungan
detik wajahnya sudah merapat ke kaca jendela itu. “Hah!” tanpa sadar ia
menjerit kagum. Tepat di balik kaca itu ada boneka berjaket putih dengan rompi berawarna merah
jambu dan topi rajutan berwarna biru itu tampak lebih seperti duplikasi
dirinya. Nyaris sama persis.
Tanpa
berfikir panjang ia langsung memutar gagang pintu. Namun sayang sekali pintu berbahan
kayu bercat coklat gelap itu terkunci. Lantas dengan perasaan kecewa ia membuat
bola dari gumpalan salju, melemparkan ke pintu itu lalu melangkah pergi.
Baru beberapa langkah
ia mendengar suara benda bergerak. “Hah!” lagi-lagi ia terlonjak senang begitu berbalik
dan menatap celah pintu yang telah terbuka. Ia pun bergegas masuk. Suara langkah kakinya terdengar memantul hingga langit-langit toko boneka itu, memecah kesunyian yang begitu
dingin.
Segera dicarinya
boneka yang mirip dirinya tadi, namun entah siapa yang memindahkan,
boneka yang semula berdiri dekat kaca sudah ada di tengah ruang. Di sebuah meja
bulat berwarna hitam dan tua.
Saat akan mengambil boneka itu, ia terlonjak
karena tiba-tiba kakinya ditabrak sebuah boneka bersepeda roda tiga. Sepeda itu langsung terguling dan
menjatuhkan pengendaranya. Dengan sedikit perasaan lega ia menegakkan kembali
boneka itu dan seketika sepeda meluncur kembali dan menghantam pintu
berulang-ulang kali. Begitu keras
seperti sedang berusaha sekuat tenaga mendobrak pintu itu.
Alma kembali menoleh ke bonekanya, namun ia malah terkejut, boneka yang juga bersyal
merah itu sudah tidak ada di sana. Sudah berada di deretan rak yang sedikit
lebih tinggi bersama aneka boneka lainnya.
Dengan menaiki sebuah sofa ia menjulurkan tangannya
hendak meraih
boneka itu. Namun dalam gerakan yang begitu cepat segalanya berubah menjadi
gelap. Nafasnya menjadi tersengal-sengal seperti tengah terperangkap dalam ruang yang sempit.
Saat matanya terbuka ia merasa ada sesuatu
yang ganjil.
Bola matanya mengeluarkan suara gesekan setiap kali ia memutarnya ke kiri dan
ke kanan. Sementara seluruh tubuhnya kaku dan sama sekali tak bisa digerakkan.
Nb: cerita di atas
adalah ‘terjemahan’ bebas dari sebuah film pendek berjudul sama ALMA. Berikut kami
tayangkan juga versi audio visualnya. Sila menikmati. ^^
Eh, setelah beberapa kali gagal melampirkan secara langsung, jadi sementara kami cantumkan link dulu ya, hehe... Klik di sini
1 komentar:
keren.. folback bang ^^
Posting Komentar