“Lho emang bisa satu jam sampai Kalimantan?”
“Bisa dong mbak.”
“Mahal pasti ongkos kirimnya, ah.... gak usah yang mahal-mahal lah.”
“Murah kok, cuma tiga ribu lima ratus buat bayar warnet.”
“Warnet?”
“Aduh, mbak ini cantik-cantik tapi gapteknya kebangeta. Lewat internet mbak, itu lho pakai komputer.”
“Kok bisa? Ah sudahlah, mbak memang ketinggalan jaman kalau soal yang begituan.”
“Ini bukan surat rahasia kan?”
“Bisa dong mbak.”
“Mahal pasti ongkos kirimnya, ah.... gak usah yang mahal-mahal lah.”
“Murah kok, cuma tiga ribu lima ratus buat bayar warnet.”
“Warnet?”
“Aduh, mbak ini cantik-cantik tapi gapteknya kebangeta. Lewat internet mbak, itu lho pakai komputer.”
“Kok bisa? Ah sudahlah, mbak memang ketinggalan jaman kalau soal yang begituan.”
“Ini bukan surat rahasia kan?”
“Kenapa? Memang kalo rahasia gak boleh dikirim lewat internet? Kan sudah mbak kasih amplop.”
“Hiyyaaa.... ini kan seharusnya dikirim dalam bentuk ketikan mbak, bukan kertas kayak begini.”
“Mana bisa mbak ngetik, nyentuh komputer aja gak tau udah pernah apa belum.”
“Makanya belajar dong, mbak.”
“Hah, kamu tau sendiri, mbak kerja malem, siang nyuci dan nyetrika baju segunung. Capek! Lagian buat apa mbak nyekolahin kamu, kalo nggak biar pinter.”
“Ah pamrih nih.”
“Terus gimana, bisa enggak?”
“Ini rahasia?”
“Iya, kamu atau siapapun enggak boleh tau.”
“Siapapun?”
“Iya! Eh kecuali Mas Lanang. Masak yang nerima gak boleh baca.”
“Gini deh ini suratnya nanti sekalian aku scan di warnet aja, aku gak lihat kok, begitu kukirim filenya kuhapus.”
“Janji?”
“Janji mbak, sumpah deh! Oh ya tapi uangnya dilebihin, aku agak lama soalnya mau sekalian upload video rekamanku.”
“Video rekaman?! Buat apa?”
“Iya buat disebar-sebarin lah, biar bisa dilihat dan didengerin semua orang, siapa tau ada produser yang tertarik, hihi...”
“SEMUA ORANG?! Itu bukan video macem-macem kan?!”
“Aduh mbak.... ya enggak lah, ini rekaman karaoke lagu, bikinnya bareng Santi kok di rumahnya, tanya aja sama dia.”
“Jadi semua orang nanti bisa melihatmu!”
“Iya mbak, malah mereka semua bisa punya file rekaman dalam flashdisk ini dengan cara didownload, ah semoga kali ini banyak yang puas dengan rekamanku.”
“Tap...”
“Udah ah aku ambil tasku dulu.”
Vina tertegun. Diambilnya flasdisk di atas meja itu lalu dikalungkan di lehernya. Entah kenapa ia jadi merasa begitu empatik dengan benda putih yang tak lebih panjang dari jari kelingkingnya itu, yang isi dalamnya sebentar lagi bisa diakses banyak orang dengan leluasa. Sama seperti tubuhnya saat bekerja di waktu malam.
0 komentar:
Posting Komentar