Sabtu, 06 Agustus 2011

Dia yang Berdiam dalam Diri Kita

foto dipinjam dari sini
Apa perasaanmu sewaktu mendapati uban pertama di rambutmu? Atau sebuah kerutan di dahimu?..... Apa?! Cat rambut dan krim anti kerutan? Oh ya, saya lupa hal itu bisa disamarkan, bisa diacuhkan. Tapi tentunya kita tak bisa mempertahankan apa yang mesti terbuang. Kuku misalnya. Ia tumbuh bersama waktu. Dan ia pun akan terpangkas bersamaan dengan waktu. Secara lirih sekali ia ‘bicara’ kepada diri kita tentang pertambahan usia.

Ya, kita adalah makhluk yang bertubuh dan bertumbuh. Betapapun tik tak tik tak di dinding kita acuhkan.

Namun, sebenarnya –tentu saja ini menurut saya- ada yang berdiam dalam diri kita. Yang tetap ada kapanpun dan bagaimanapun. Yang enggan tumbuh. Yaitu jiwa anak kecil kita. Anak kecil yang dengan sifat-sifat manisnya; jujur, ceria, imajinatif, kreatif, polos, selalu penasaran terhadap segala sesuatu. Selalu ingin bertanya-tanya.

Dan sifat ‘kekanak-kanakan’ (saya beri tanda kutip untuk mengentaskan ia sementara dari asumsi negatifnya) itu bertahan bahkan ketika seseorang tersebut dianggap dewasa oleh orang atau lingkungan di sekitarnya.

Kabar baiknya, meski tak bisa benar-benar dihilangkan sifat kenak-kanakan ini bisa ditekan, atau dibonsai sekerdil-kerdilnya. Dan itu terjadi dalam orang yang tumbuh bersama jiwanya yang membatu, yang keji dan kejam (aduh seram sekali bahasanya), yang jauh dari rasa kasih sayang.

Kedewasaan seseorang tidak didapat dari membunuh jiwa kekanak-kanakannya, tapi justru dengan merangkulnya, membawanya serta, agar sebanyak mungkin mampu menjaring makna, kebaikan, kebajikan yang membuat ia melangkah atau tidak, menyentuh atau tidak. Sesuatu yang secara baik merengkuh dirinya untuk berperilaku baik, atau katakanlah itu bersikap dewasa.


Foto di atas adalah foto yang saya ambil diam-diam dari kertas yang tergeletak di meja kerja saya. Itu adalah hasil goresan yang tak sengaja dituliskan oleh teman kantor saya ketika tengah asik berbincang dengan saya. Sebuah gambaran yang mengalir begitu saja dari alam bawa sadar seseorang yang kalau kita bertatap muka dengannya akan susah untuk mendeteksi jiwa anak-anak dalam dirinya.

foto dipinjam dari sini
Seperti perkataan seorang penyair Om Hasan Aspahani yang dengannya saya terinspirasi, yang kurang lebih tersimpulkan begini:

Pada ulang tahun kita yang ke 20 maka ada empat anak lima tahun hidup dalam diri kita. Di ulang taun kita yang ke 45, ada sembilan anak berumur lima tahun hidup dalam tubuh kita. Aduh ‘berisik’ dan seru sekali hidup ini. 

0 komentar:

Posting Komentar