Me ji ku hi bi ni u! Me ji ku hi bi ni u! Me ji ku hi bi ni u! Me ji kom bibi kokom! Halah... Iyap pe la ngi! Sebagai sebuah fenomena alam seharusnya benda lengkung yang satu ini enggak sesulit meteor atawa bintang jatuh dalam hal menjumpainya. Cukup taburan hujan di atas hamparan bumi yang telah direbus matahari setengah mateng, lalu nongollah itu si pelangi.
Anehnya, kita amat jarang bisa mendapatinya bertengger di langit cerah selepas hujan. Setidaknya bagiku. Mungkin karena usiaku yang masih teramat belia ini (jiaahhh) yang menyebabkan masih jarang menemui pelangi. Terakhir beberapa bulan yang lalu saat ada kunjungan kerja ke Kuala Tungkal (adakan fotonya terpampang di blog ini?)
Kembali ke hujan. Dari sekian ribu atau bahkan juta hujan hanya sedikit yang bisa menghasilkan pelangi. Kalau mau tau lebih detail secara ilmiah mengapa hal itu terjadi sila pada gugling aja ya... (hihi... penulis yang males). Nah secara mengezutkan sore ini selepas dibebaskan dari penjara guantanamo (baca: pulang kantor) tiba-tiba pandangan mataku kepentok sama pelangi yang aduhai itu.
Begitu terlihat pelangi secara refleks aku merogoh bb di kantong, tapi sebagian otakku (yang Alhamdulillah masih waras) segera membentak “Woy, kamu masih di atas motor! Lihat jalan! Jangan jelalatan!” Fiuhhh... untung saja. Padahal pelangi ini pertama terlihat pas nyeberang jalan yang lagi rame-ramenya.
Wal hasil perjalanan pulang kantor ini bener-bener jadi enggak konsen. Pelangi itu demikian berkilaunya di atas sana. Tau kan gimana cerahnya langit sehabis hujan? Terus di antara kecerahan itu ada selengkung warna-warni yang bertumpuk alangkah indah dan besarnya. Mana ada tukang tambal ban yang bisa ngewarnai langit sebegitu hebatnya cobak!
Meski sebegitu menterengnya pelangi itu, etaugak setelah aku lihat sekitar orang-orang berjalan lalu lalang dengan amat biasanya, seperti tidak ada satupun kejadian istimewa yang terjadi. Apa mereka semua tidak bisa melihat ke langit?
Tiga gadis kecil (kukira mereka kelas empat sd) berjalan beriringan sambil bercanda tanpa terlihat sedikitpun menyinggung soal pelangi. Penjual buah, tukang siomay, tukang bakpao, segerombolan anak-anak yang lari sore di depan GOR, pengendara motor, mobil-mobil yang antri di lampu merah, semua, iya semuaaanya seperti gak sadar kalau ada pelangi. Saking geregetannya sampai-sampai aku pingin turun dari motor dan plak! Plak! Plak! Namparin mereka satu-satu “Mata kalian di taruh mana! Itu ada pelangi segede gitu enggak pada lihat!” Namun tiba-tiba terdengar bisikan di telinga kananku. Tanduk di kepala pun susut kembali. Hihi...
Dari sepangjang perjalan pulang yang kurang lebih sejauh enam koma lima kilo meter sempat beberapa kali berhenti untuk mengambil gambar. Gambar pertamanya gini massaakk.
Ini di tanjakan sebelum asrama haji (sampe-sampe hampir nabrak mobil lho waktu mau berhenti di sini.. haduhhh)
Dan iyyyaaakkkk! ini lah masterpiece (kepedean) kita kali ini.
Oke, sampai jumpa pada postingan berikutnya ya. Seperti pelangi; tetaplah berwarna, tetaplah mempesona dan tetaplah melengkung (lho?)