helptheafghanchildren.org |
Suatu sore angin berebut melompati jendela. Seperti saling tak sabar menibar kabar kepadaku. Kabar dari tawa kanak-kanak yang berlarian menjunjung galah, tawa tentang langit yang tak lagi melulu biru, namun hijau, merah, jingga, kuning dan masih banyak lagi warna-warna yang tak bisa kuterjemahkan. Yang saling menari dan berpelukan di udara lepas, lalu satu persatu jatuh, dibawa angin jauh ke negeri bernama entah. Membawa doa-doa tentang kebebasan, kemerdekaan. Dan ketika kubuka jendela, rasanya aku seperti tinggal di sebuah bab kisah dongeng yang dulu sering Baba bacakan kepadaku sebelum tidur. Tentang seorang gadis mungil yang tinggal di sebuah negeri yang tak mengenal air mata dan duka. Ah, perayaan telah dimulai, Khaleel!
***
Tiba-tiba aku mengingatmu, lebih rindu. Bersama perayaan yang pertama kalinya dimulai, semenjak para militan melarangnya. Tapi, ah, aku sedang tak ingin membahas perayaan itu. Seperti yang sering kukatakan padamu bahwa aku tak begitu suka pada permainan anak laki-laki itu. Karena Baba mengatakan bahwa aku akan berubah menjadi anak laki-laki bila memainkan itu. Dan tentunya aku tak ingin jadi anak laki-laki sepertimu.
Khaleel, aku cuma ingin memberitahumu bahwa keadaanku baik-baik saja. Ada Bibi Salmah yang masih begitu sabar mengurusku di sini. Menghangatkan air mandiku, memberi makan untuk ternak, juga sangat pandai membuat naan yang lezat.
Jika malam, Bibi Salmah sering menceritakan beberapa kisah menarik padaku. Kebanyakan mengenai kisah cinta ia dan suaminya dulu, sungguh mengharukan. Dan percayakah, Bibi Salmah bilang suaminya mirip sekali denganmu. Namun bedanya, yang kuyakini adalah kau lebih tampan, dengan mata teduh dan rahangmu yang tegas. Dan apapun yang ada padamu, yang selalu kau naifkan ketika gadis-gadis di desa ramai membincangkanmu.
Kemarin, Khaleel, mungkin kau akan begitu gembira mendengar ini. Pagi beberapa waktu yang lalu, sesuatu yang sungguh tak biasa terjadi padaku. Sesuatu seperti sedang bergejolak di dalam sana. Seperti ada sesuatu yang dihembuskan, dengan segala kesakitan, kepayahan, yang kurasakan dengan air mata kebahagiaan.
Dan aku mengingatmu, dengan lebih rindu. Agar kau cepat muncul dari tikungan dibawah perdu di ujung halaman, sembari tergegas memburu dengan dada yang membuncah rindu. Mengecup keningku, lalu kau bacakan kalimat-kalimat suci kepada geliat cintamu yang sedang mengelopak di rahimku.
0 komentar:
Posting Komentar