Sepandai-pandai pelanduk menimbun tapak, ia cumalah menajur bau,
legam gonggong laras di punggung hutan senantiasa buta, haus meranjing.
Seperti kau-aku, dan semua riwayat yang tak pernah dikhatamkan rimba.
Habis mengurai dalam kitabkitab rusak, berabad kesumat.
Katamu, darah, dan denyut di jantung kita saling memanggil,
menggenderangi berahi talu-menalu: tikam-regam, koyak-porak
Sampai pada akhirnya cuma waktu, yang lebih seru segala deru
Akan memantik pelatuk di ujung gerigi dan taji,
lalu kita pun tak puas-puas mengintai bau, menghunus buru
0 komentar:
Posting Komentar