Kau bilang kenakan ini itu anu pada puisiku. Begitu keras. Sampai-sampai aku mengira akan segera ada perang besar-besaran. Sampai-sampai aku harus mengenakan zirah, perisai, dan topi besi untuk setiap huruf. Mengatur formasi kata kalimat bait. Menyiapkan strategi. Meruncingkan ujung huruf t. Mengisi bubuk mesiu pada huruf d.
Tapi arena peperangan itu, toh hanya selembar kertas. Dan hujan tatapan.
Maka lihatlah rangkai prajurit dengan segala ketelanjangan senjata ini. Setidaknya. Aku punya selembar kertas puisi. Yang tak lagi bolong tergerus penghapus. Yang kuhadapkan kepadamu, tuan. Dengan tangan yang masih gemetar.
0 komentar:
Posting Komentar