Terlepas dari perbedaan pendapat
tentang Jogja itu Kota Panas atau enggak, saya ingin membuat pernyataan bahwa ibu
kota salah satu daerah istimewa di Indonesia ini pasti dingin di malam hari, ya
iyalah. Kecuali bagi mereka yang lagi duduk manis di atas kobaran tungku, atau
yang sedang senyum berkilau sambil ngemut setrikaan.
Kadar kehawadinginan ini akan
semakin meningkat terutama bagi para tourist domestik (baca: gelandangan yang
tertunda) yang berasal dari kota-kota bertemperatur relatif tinggi dibanding
daerah-daerah di sekitaran garis katulistiwa. Contoh kongkrit, saya *nyengir*,
yang berasal dari Jambi. Kota yang kalau kata Aan Mansyur panasnya seperti saat
berada di depan tungku penggorengan.
Walhasil, malam di Jogja akan
terasa lebih dingin ketimbang di Jambi. Untuk mengusirnya biasanya saya lempar
pake panci atau diguyur air (dikira kucing). Hehe.. maksud saya minum Sekucing.
Eh sekoteng. Minuman berbahan dasar jahe ini sering saya sebut sebagai ‘Semesta
dalam secangkir minuman’. Ya, saya memang tidak berbakat utuk lebay. *tertunduk
lesu*
Tour Guide yang Culun nan Pemalu
Anehnya, minuman yang kalau
sekilas saya searching di gugel berasal dari Jawa ini tidak ada (atau saya
belum tahu keberadaannya) di Jogjakarta. Saat saya tanya kepada tour guide saya
yang culun nan pemalu, dengan wajah merona merah jambu air dan sedikit menunduk
dia menjawab “Wedang ronde saja, Mas.”
Ya sudah. Wedang ronde saja. Meskipun
pada kejadian sebenarnya justru sayalah yang punya ide beli wedang Ronde itu,
dan akhirnya merepotkan dia yang berinisial PM (punai merindu?) membelah kota
dan menembus kemacetan alun-alun selatan demi mendapatkan semangkuk wedang
ronde dengan penampakan seperti ini.
Elemen-elemen Kejutan
Sebagai minuman yang masih
berkerabat dengan sekoteng, saya tidak berekspektasi terlalu besar bahwa
nantinya minuman ini punya daya kejut yang hebat. Namun anggapan saya yang
semena-mena, sembrono dan seteledor itu patah begitu saja saat saya nyeruput sendokan pertama. Rasa jahenya
begitu ringan dengan rasa manis yang memilih lebih dominan. Ringan sekali. Seperti
daun yang jatuh termat pelan. Dimain-mainkan angin. Dan nantinya menyentuh
tanah dengan begiitu lembutnya.
Beberapa bahan isi di dalamnya
sebenarnya sudah biasa saya temui pada sekoteng, seperti butiran kacang tanah
dan roti tawar yang dipotong berbalok-balok. Namun, dengan kadar jahe yang
ringan, minuman ini senantiasa memberikan pengalaman mengunyah cita rasa yang berbeza. Seperti ke-pangling-an kita
kepada seseorang hanya karena ia memakai kostum yang berbeda dari yang
sehari-hari ia kenakan.
Kejutan masih saja berlanjut.
Puncaknya saat saya menggigit dan mencecap kolang-kaling. Ohh maiii... Tidak pernah,
bahkan sepersekian detik pun saya tidak pernah membayangkan irisan kolang-kaling yang tipis
dan transparan ini hadir di dalam semangkuk wedang ronde. Iya, ini pengalaman
saya menikmati kedahsyatan wedang jahe kali yang pertama. *ambil gulungan tisu
yang kelima*
Berbeda dengan kehadiran kacang
yang berfungsi memberikan tekstur bagi wedang ronde, keberadaan kolang-kaling sangat
menguatkan kesan ringan dalam minuman ini. Warnanya yang bening berselaras
degan air jahe yang memang tidak terlalu pekat - dan malah cenderung bening.
Bila dibandingkan dengan sekoteng yang ‘keras’ karena kandungan jahenya yang tinggi, saya rasa wedang ronde bisa dinikmati hingga bermangkuk-mangkuk dengan perut masih terasa nyaman.
Bila dibandingkan dengan sekoteng yang ‘keras’ karena kandungan jahenya yang tinggi, saya rasa wedang ronde bisa dinikmati hingga bermangkuk-mangkuk dengan perut masih terasa nyaman.
Minggu malam. Suasanaalun-alun selatan yang riuh meriah
dengan aneka pertunjukan kreatif. Di atas selembar tikar saya setengah khusyuk
menikmati hidangan luar biasa ini. Sampai pemandu wisata saya yang ternyata
selebtwit itu dengan kurang ajarnya memaksa saya untuk nambah. Huh!
Namun malam itu saya tetap pada
pendirian saya. Hanya menghabiskan satu mangkok. Cuma menyelesaikan satu ronde.
Saya sedang menantang diri seberapa kuatkah saya mampu bertahan untuk tidak
kembali lagi ke tempat dan hidangan yang ngangenin ini. Yang kata orang, salah
satu tabiat kangen itu; makin ditahan, makin meledak di hari perjumpaan. :”)
2 komentar:
Gambarnya kurang. Kan ini cerita "jalan-jalan"....
mbok yo dimasukin gambar mas mas yang jual sekotengnya gitu lho..
alun-alun selatan itu gelep bro. foto gak pake blitz gak kelihatan, kalo pake bisa dicakar sama yang jual. hoho... eh tapi tunggu aja postingan berikutnya bakalan banyak foto atau follow aja instagram aku @moehyie ^^
Posting Komentar