Senin, 02 Desember 2013

Masih Kuat Berapa Ronde?



Terlepas dari perbedaan pendapat tentang Jogja itu Kota Panas atau enggak, saya ingin membuat pernyataan bahwa ibu kota salah satu daerah istimewa di Indonesia ini pasti dingin di malam hari, ya iyalah. Kecuali bagi mereka yang lagi duduk manis di atas kobaran tungku, atau yang sedang senyum berkilau sambil ngemut setrikaan.

Kadar kehawadinginan ini akan semakin meningkat terutama bagi para tourist domestik (baca: gelandangan yang tertunda) yang berasal dari kota-kota bertemperatur relatif tinggi dibanding daerah-daerah di sekitaran garis katulistiwa. Contoh kongkrit, saya *nyengir*, yang berasal dari Jambi. Kota yang kalau kata Aan Mansyur panasnya seperti saat berada di depan tungku penggorengan.  

Walhasil, malam di Jogja akan terasa lebih dingin ketimbang di Jambi. Untuk mengusirnya biasanya saya lempar pake panci atau diguyur air (dikira kucing). Hehe.. maksud saya minum Sekucing. Eh sekoteng. Minuman berbahan dasar jahe ini sering saya sebut sebagai ‘Semesta dalam secangkir minuman’. Ya, saya memang tidak berbakat utuk lebay. *tertunduk lesu*

Tour Guide yang Culun nan Pemalu

Anehnya, minuman yang kalau sekilas saya searching di gugel berasal dari Jawa ini tidak ada (atau saya belum tahu keberadaannya) di Jogjakarta. Saat saya tanya kepada tour guide saya yang culun nan pemalu, dengan wajah merona merah jambu air dan sedikit menunduk dia menjawab “Wedang ronde saja, Mas.”

Ya sudah. Wedang ronde saja. Meskipun pada kejadian sebenarnya justru sayalah yang punya ide beli wedang Ronde itu, dan akhirnya merepotkan dia yang berinisial PM (punai merindu?) membelah kota dan menembus kemacetan alun-alun selatan demi mendapatkan semangkuk wedang ronde dengan penampakan seperti ini.





Elemen-elemen Kejutan

Sebagai minuman yang masih berkerabat dengan sekoteng, saya tidak berekspektasi terlalu besar bahwa nantinya minuman ini punya daya kejut yang hebat. Namun anggapan saya yang semena-mena, sembrono dan seteledor itu patah begitu saja saat saya nyeruput sendokan pertama. Rasa jahenya begitu ringan dengan rasa manis yang memilih lebih dominan. Ringan sekali. Seperti daun yang jatuh termat pelan. Dimain-mainkan angin. Dan nantinya menyentuh tanah dengan begiitu lembutnya.

Beberapa bahan isi di dalamnya sebenarnya sudah biasa saya temui pada sekoteng, seperti butiran kacang tanah dan roti tawar yang dipotong berbalok-balok. Namun, dengan kadar jahe yang ringan, minuman ini senantiasa memberikan pengalaman mengunyah cita rasa yang berbeza. Seperti ke-pangling-an kita kepada seseorang hanya karena ia memakai kostum yang berbeda dari yang sehari-hari ia kenakan.

Kejutan masih saja berlanjut. Puncaknya saat saya menggigit dan mencecap kolang-kaling. Ohh maiii... Tidak pernah, bahkan sepersekian detik pun saya tidak pernah membayangkan irisan kolang-kaling yang tipis dan transparan ini hadir di dalam semangkuk wedang ronde. Iya, ini pengalaman saya menikmati kedahsyatan wedang jahe kali yang pertama. *ambil gulungan tisu yang kelima*

Berbeda dengan kehadiran kacang yang berfungsi memberikan tekstur bagi wedang ronde, keberadaan kolang-kaling sangat menguatkan kesan ringan dalam minuman ini. Warnanya yang bening berselaras degan air jahe yang memang tidak terlalu pekat - dan malah cenderung bening. 

Bila dibandingkan dengan sekoteng yang ‘keras’ karena kandungan jahenya yang tinggi, saya rasa wedang ronde bisa dinikmati hingga bermangkuk-mangkuk dengan perut masih terasa nyaman.

Minggu malam. Suasanaalun-alun selatan yang riuh meriah dengan aneka pertunjukan kreatif. Di atas selembar tikar saya setengah khusyuk menikmati hidangan luar biasa ini. Sampai pemandu wisata saya yang ternyata selebtwit itu dengan kurang ajarnya memaksa saya untuk nambah. Huh!

Namun malam itu saya tetap pada pendirian saya. Hanya menghabiskan satu mangkok. Cuma menyelesaikan satu ronde. Saya sedang menantang diri seberapa kuatkah saya mampu bertahan untuk tidak kembali lagi ke tempat dan hidangan yang ngangenin ini. Yang kata orang, salah satu tabiat kangen itu; makin ditahan, makin meledak di hari perjumpaan. :”) 


2 komentar:

Fajri Adhari mengatakan...

Gambarnya kurang. Kan ini cerita "jalan-jalan"....
mbok yo dimasukin gambar mas mas yang jual sekotengnya gitu lho..

kicaupunai mengatakan...

alun-alun selatan itu gelep bro. foto gak pake blitz gak kelihatan, kalo pake bisa dicakar sama yang jual. hoho... eh tapi tunggu aja postingan berikutnya bakalan banyak foto atau follow aja instagram aku @moehyie ^^

Posting Komentar