Jumat, 25 Februari 2011

TIK TAK TIK TAK DI DINDING


Aku bangun sebelum jam lima. Mandi dan tak lupa menggosok gigi. Saat jam delapan selesai sarapan, jam lima masih mendengkur di bawah selimutnya.

Waktuku kecil. Tik tak tik tak tik tak. Hidupnya sangat senang. Ia suka saku. Maksudku ia suka menyelinap, bersembunyi di dalam saku bajuku. Lalu menempelkan telinganya yang panjang di dadaku. Dag dig dug dag dig dug. Kalau ingin membuat ia tertawa kumasukkan sejumput pasir ke sana. Butir-butir pasir itu akan terbengong-bengong melihatnya dengan leluasa keluar masuk saku lewat celah pori baju. Bila begitu ia akan terkekeh sendiri, dan tik tak tik tak nya akan jadi ramai sekali.

Aku paling suka mengenakan baju kaos, sebenarnya. Tapi ia paling tak suka, dan sedikit marah. Aku jadi didiamkannya begitu saja. Dan seringnya kalau sudah pakai baju kaos aku memang jadi suka lupa waktu. Asyik bermain gundu dari bulat purnama sampai malam datang dan hanya ada kegelapan di langit-langit langit. Lalu aku baru pulang dengan sekantung gundu atau bahkan mungkin tidak ada sama sekali di celana. Ia, tak kan pernah mau berada dalam saku celana. Kala aku memakai kaos begini ia memilih bergelantungan di kaos. Mirip spiderman, katanya. Mirip dag dig dug dag dig dug, katanya lagi. Membandingkan bunyi jantungnya dengan jantungku.

Waktuku besar. Tik tak tik tak tik tak. Hidupnya pun sangat senang. Kami sering lari bersama. Maksudku aku lari di atas tangannya. Butuh lima hari perjalanan untuk menempuh jarak dari pundak hingga ujung jempol tangannya. Tapi suatu saat kesibukan meyergapku. Seperti gundu. Aku menggelinding kesana-kemari. Dari bebukit hingga ke tengah kota. Aku jadi lupa waktu. Lupa berlari dari pundaknya lagi. Dadaku nyeri. Tik tak tik tak tik tak itu kini kukecilkan lagi lalu kupaku di dinding, sibuk mendengar entah bunyi apa di sana.

Suatu saat aku menonton televisi. Dengan dada masih terasa nyeri. Dengan mulut yang penuh dengan makanan siap saji. Aku tersentak. Ada bom di tengah kota. Ada tamu yang mengetuk pintu. Masuk saja. Bom itu menjelma cendawan raksasa. Seperti jamur yang tumbuh di kulit bumi. Gatal. Seekor nyamuk luput dari tepukan. Dengan perut gendut ia terbang sambil tertawa hingga tak sadar tersangkut di sarang laba-laba. Saatnya kau makan. Saatnya aku membersihkan keping-keping.

Waktuku mati. Kukira begitu. Aku tak bisa dengar bunyi tik tak tik tak lagi. Mungkin dia pun akan heran kenapa tak ada bunyi dag dig dug dag dig dug pada jantungku lagi.

Tik tak tik tak di dinding.  Diam-diam meledak. Datang sesosok malaikat. Hap!

0 komentar:

Posting Komentar