musim teduh
menengger pagar bambu,
mengunjungi
sumur kering yang diseruput kemarau,
menanggar
angin jantan ke luncung-luncung putik
Beberapa lampau kemarin, Ayah!
Malam-malam kita
begitu hantu. Menghitam gempal serupa
babi hutan, yang
mengenduskan galau kepada kuncup doa muda,
atau juga
kuncup-kuncup doa muda itu mutung
karena matahari
menyulamnya menjadi sehamparan nyala.
Dan musim dalam
almanak kita rasa begitu malas beranjak
Tunai kini tunai hai, Ayah!
Jerih ditanam,
lah tunai merekah. Di ladang para, keringatmu menggetah
Putih
mengulir, serupa bulir-bulir ihram. Yang selalu tawaf
pada lukisan
ka’bah, dimana sajadahmu selalu basah
2 komentar:
ni karyanya Mas Didin apa Bang Tomi??? benarkah ini tentang seorang ayah yg mampu naik haji dari hasil karetnya, yang dngn susah payah merawat karet krna bnyk gngguan dtang.
ni punya tommy,, bukan.. naik haji itu cita2 udah lama tapi belum kesampean. ladang karetnya pun baru akan dipanen...
Posting Komentar