Pria buruk, bisu, tuli, buta, pincang kakinya, pengot mulutnya duduk di meja paling depan. Di kiri kanan berjajar manusia yang tak kalah rupa dengannya. Lampu di seputar ruangan redup menangkap wajah-wajah para hadirin yang beraneka rupa. Aula mahamegah hotel berbintang tujuh itu telah riuh sejak tiga jam yang lalu. Telah jengah mereka menunggu satu lagi rombongan yang belum hadir.
“Ehmm ehm, sodara-sodaraku sekalian. Harap tenang. Sebentar lagi Muktamar kita yang ke tujuh puluh tujuh ini akan dilaksanaken.” Sontak para hadirin bertambah riuh akibat ucapan pria bisu yang berbicara lewat lubang lain di tubuhnya itu. Ia kemudian duduk lalu berbisik-bisik dengan pria buruk yang kita saksikan diatas tadi.
“Sudahlah pimpinan sidang! Kita mulai saja, tak ada faedahnya menunggu mereka”
Hadirin kembali riuh menyetujui usulan pria yang duduk paling belakang itu. Ia tak lain perwakilan dari Dewan Tuna Wicara dengan bendera rombongan yang berlambang Bulan sabit dengan wajah manusia dicekungannya. Lirik lagu “kalau bulan bisa ngomong” telah bisa menginspirasi mereka rupanya.
“Yaa… jangan mentang-mentang sudah mapan jadi mau seenak perutnya saja! Bagaimana dewan ini mau maju kalau keadaannya begini!” satu lagi perwakilan dari Dewan Tuna Susila mencak-mencak, asap rokok menyembur-nyembur dari ocehannya. Keriuhan hadirin kini berganti suit-suitan nakal. Si perempuan masih belum reda marahnya, lalu duduk sambil mengomel-ngomel dengan rombongannya.
“Sabar sodara-sodara, mereka sebenarnya punya urusan yang lebih penting dari Muktamar ini!”
“Haaaa…” para hadirin ternganga. Mereka tak percaya pada pendengarannya.
“Ya!” pria perwakilan Dewan Tuna Wisma itu melanjutkan lagi dengan alibi-alibinya yang membuat para hadirin semakin tak percaya. Rasa kagum dan penasaran mulai tumbuh di benak mereka.
“Aku melihat sendiri, hebat-hebat orang itu sekarang!”
“Bajunya safari, mobil dan rumahnya berbilangan milyar pula. Malah kudengar sebentar lagi mereka akan membangun gedung yang bisa mencapai surga seharga 1 Trilyun lebih. Hah, kalian pikirkan itu sekarang!
Hadirin semakin tak sadar akan ukuran mulutnya yang ternganga.
“Betulkah yang kau ucapkan itu?” pria buruk pimpinan muktamar telah angkat suara.
“Benar ketua. Belum lagi kalau ketua lihat dahsyatnya lidah mereka bersilat menghadapi orang-orang yang mau mengurungkan niat mereka. Dahsyat sekali ketua! Dahsyat! Tak terpatahkan nafsunya itu”
“Ah benar-benar hebat. Tapi…”
“Ya Ketua?”
“Apakah mereka tetap tuli?”
“Oh, tentu. Tentu ketua. Tambah tuli malahan.”
0 komentar:
Posting Komentar