JAMBI resmi menjadi provinsi pada tahun 1958 sesuai dengan UU No.61, 1958, Juni 25. Provinsi Jambi terletak di sebuah kawasan yang dikenal sebagai sebagai Pulau Andalas atau Sumatera. Provinsi Jambi terletak antara 0 º 45 '- 2 º 45' Lintang Selatan dan antara 101 º 0'-104 º 55 'Bujur Timur. Terdiri dari 8 Kabupaten dan 2 Kota dengan jumlah penduduk 2.568.548 orang berdasarkan sensus tahun 2003. Wilayah Provinsi Jambi meliputi bidang 53,435.72 Km2 dan panjang 185 km. Batas-batas wilayah Propinsi Jambi adalah sebagai berikut:
- Utara, dengan Provinsi Riau
- Selatan, dengan Propinsi Sumatera Selatan
- Barat, dengan Provinsi Sumatera Barat
- Timur, dengan Laut Cina Selatan.
Di Provinsi Jambi, dari bulan November hingga Maret adalah musim hujan. Dan awal musim kemarau pada bulan Mei sampai Oktober. Rata-rata curah hujan 1900-3200 mm / tahun dan rata-rata hari hujan 116-154 hari / tahun. Suhu maksimum di Provinsi Jambi adalah 31 derajat celcius.
SEJARAH
Pada
masa Melayu Kuno, Jambi diuntungkan oleh aktivitas perdagangan antara
Asia Barat dan Cina, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa Cina
merupakan sumber informasi tentang kesejarahan Jambi pada tahun
1460-1907 berbentuk kerajaan Islam yang disebut kerajaan Melayu II
dengan Putri Selaro Pinang Masak sebagai raja pertama didampingi
suaminya Datuk Paduko Berhalo.
Pada tahun 1615-1643 M, pada tahun pertama pemerintahan Sultan Abdul Kahar, Belanda mendirikan loji dagang di Muara Kumpeh. Namun pada tahun 1625 VOC menutup kantor dagangnya tersebut karena mendapat tantangan dari rakyat dan persaingan ketat dari pedagang bangsa lain. Pada masa sultan berikutnya, Sultan Abdul Jalil (1645-1665), terdapat berbagai masalah seperti perseteruan dengan Sultan Johor dan tekanan dari VOC karena sultan memberikan izin dagang kepada Portugis di Sungai Batanghari. Tekanan ini membuat sultan menyetujui perjanjian kerjasama dengan VOC yang ditandatangani oleh putranya Pangeran Ratu Raden Penulis yang kemudian menggantikannya sebagai sultan dengan gelar Sultan Abdul Mahyi Sri Ingolongo.
Pada masa ini (1665-1690), terbunuhnya seorang kepala kantor kompeni Belanda di desa Gedung Terbakar membuat Sultan Ingolongo ditangkap dan dibuang ke Pulau Banda. Hal ini menyulut perlawanan terhadap Belanda yang mencapai puncaknya pada masa Sultan Thaha (1856-1904). Namun perjuangan rakyat Jambi terus berlangsung dan pada tahun 1907 barulah Jambi sepenuhnya jatuh dibawah kekuasaan Belanda.
Belanda memasukkan Jambi ke dalam wilayah keresidenan Palembang dengan dua asisten residen dan pada tahun 1905 Jambi menjadi keresidenan dan status asisten residen diganti menjadi onder afdeling yang salah satunya adalah Kerinci yang tadinya merupakan bagian keresidenan Sumatera Barat.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, kaum pergerakan dan dan pemuda membentuk Komite Nasional Daerah Jambi serta menyusun barisan laskar untuk membantu pemerintah. Namun seperti daerah-daerah lainnya, pemerintahan tidak dapat berjalan lancar karena adanya pergolakan-pergolakan kemerdekaan karena Belanda ingin kembali berkuasa.
Pada tahun 1948 provinsi Sumatera dibagi menjadi tiga provinsi. Jambi termasuk dalam wilayah Sumatera Tengah. Namun aksi militer Belanda yang menyerang kota Jambi memaksa residen menyingkir ke luar kota. Dalam keadaan bergolak tersebut, Residen Inu Kertapati membuat surat kuasa untuk menjalankan pemerintahan ditempat yang tidak dikuasai Belanda. Pemerintahan Jambi mulai membaik sejak Konferensi Meja Bundar. Tahun 1958 provinsi Sumatera Tengah dimekarkan menjadi tiga provinsi, salah satunya Jambi..***
Pada tahun 1615-1643 M, pada tahun pertama pemerintahan Sultan Abdul Kahar, Belanda mendirikan loji dagang di Muara Kumpeh. Namun pada tahun 1625 VOC menutup kantor dagangnya tersebut karena mendapat tantangan dari rakyat dan persaingan ketat dari pedagang bangsa lain. Pada masa sultan berikutnya, Sultan Abdul Jalil (1645-1665), terdapat berbagai masalah seperti perseteruan dengan Sultan Johor dan tekanan dari VOC karena sultan memberikan izin dagang kepada Portugis di Sungai Batanghari. Tekanan ini membuat sultan menyetujui perjanjian kerjasama dengan VOC yang ditandatangani oleh putranya Pangeran Ratu Raden Penulis yang kemudian menggantikannya sebagai sultan dengan gelar Sultan Abdul Mahyi Sri Ingolongo.
Pada masa ini (1665-1690), terbunuhnya seorang kepala kantor kompeni Belanda di desa Gedung Terbakar membuat Sultan Ingolongo ditangkap dan dibuang ke Pulau Banda. Hal ini menyulut perlawanan terhadap Belanda yang mencapai puncaknya pada masa Sultan Thaha (1856-1904). Namun perjuangan rakyat Jambi terus berlangsung dan pada tahun 1907 barulah Jambi sepenuhnya jatuh dibawah kekuasaan Belanda.
Belanda memasukkan Jambi ke dalam wilayah keresidenan Palembang dengan dua asisten residen dan pada tahun 1905 Jambi menjadi keresidenan dan status asisten residen diganti menjadi onder afdeling yang salah satunya adalah Kerinci yang tadinya merupakan bagian keresidenan Sumatera Barat.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, kaum pergerakan dan dan pemuda membentuk Komite Nasional Daerah Jambi serta menyusun barisan laskar untuk membantu pemerintah. Namun seperti daerah-daerah lainnya, pemerintahan tidak dapat berjalan lancar karena adanya pergolakan-pergolakan kemerdekaan karena Belanda ingin kembali berkuasa.
Pada tahun 1948 provinsi Sumatera dibagi menjadi tiga provinsi. Jambi termasuk dalam wilayah Sumatera Tengah. Namun aksi militer Belanda yang menyerang kota Jambi memaksa residen menyingkir ke luar kota. Dalam keadaan bergolak tersebut, Residen Inu Kertapati membuat surat kuasa untuk menjalankan pemerintahan ditempat yang tidak dikuasai Belanda. Pemerintahan Jambi mulai membaik sejak Konferensi Meja Bundar. Tahun 1958 provinsi Sumatera Tengah dimekarkan menjadi tiga provinsi, salah satunya Jambi..***
sumber: /www.tourismjambi.com
2 komentar:
manteb buat bahan bikin epik nih, jd inget perjuangan bikin bdb dulu
ada wacana NCB 2 akan dibuat seperti halnya BDB, brsifat kesejarahan lokal Jambi. Naskah yg masuk lebih selektif lagi... Hmm :)
Posting Komentar