Senin, 21 Januari 2013

Perempuan Penyair

foto dari sini



Kadang-kadang aku bisa lebih meleleh dari sebatang lilin yang menyala. Seperti kemarin.  Aku berjumpa dengan seorang perempuan dalam sebuah acara bedah novel karya salah satu teman. Wajahnya bulat, berkulit putih dan bermata sipit.

Sebenarnya pertemuanku dengannya sudah bisa kuduga. Begitupun kata-kata yang akan ia ucapkan. Karena pada beberapa pertemuan sebelum ini telingaku telah mendengarnya. Tapi tetap saja setiap perempuan penyair itu melafalkan rerangkai kata-kata itu seketika ada yang berkobar dalam diriku, membakar tubuh beserta semua simpul-simpul persendian, hingga aku benar-benar meleleh. Tak berdaya.

“Menulislah dengan mata batin.” Tuturnya. 


Namanya Iriani R. Tandi. Saat ditanya apakah R itu, ia menjawab itu nama orang tuanya. Perempuan ini sudah seperti Ibu kami –aku dan teman-teman di FLP Jambi-. Dalam beberapa sesi kami mengkhususkan diri belajar membuat puisi bersamanya.

Sebenarnya sesi belajar membuat puisi dengannya malah lebih terkesan belajar  tentang kehidupan dalam keutuhannya. Dalam  Ketuhanannya.

Aku sangat suka puisi-puisinya. Karena selalu berisikan semangat atau hikmah-hikmah dari hasil perasan dan perasaannya tentang apa saja yang terjadi di sekitar kita. Yang kadang luput dari penglihatan mata batin kita. Yang tentu saja disajikan dalam kalimat puitis yang manis. 

Sepenggal puisinya ini salah satu yang paling aku suka:

Ambil mata kalimu
Pergilah memancing
Dan jatuh cintalah pada matahari

Selain itu yang paling aku tandai. Paling aku garis bawahi adalah ‘ajarannya’ tentang kejujuran. Bahwa seorang penulis haruslah jujur akan karya-karyanya. Kata-kata di dalamnya benar-benar hasil perasan jiwa. Tanpa adanya hasrat untuk ia jadi terpandang, dipuja-puji dengan karya-karya itu.

Singkat. Tapi berat. Tapi semakin membuat aku jatuh cinta pada menulis. Pada puisi.

NB: Buku puisi beliau terbaru berjudul ‘TIga Bangku’. Sila dilihat reviewnya di sini

0 komentar:

Posting Komentar