Dalam rangkaian PPN VI (Pertemuan Penyair
Nusantara) di Jambi saat menjelang penghujung tahun lalu kami berdua juga ikut
bersibuk diri. Beberapa detail dari rangkaian acara tersebut Insya Allah akan
kami utarakan pada tulisan-tulisan berikutnya.
Tanggal 29 malam adalah malam ramah tamah
sekaligus pembukaan dan sambutan oleh Gubernur Jambi. Acara yang bertempat di
rumah dinas kantor gubernur ini dimulai selepas maghrib. Saat itu kota jambi
sedang bertabur hujan, sebagai penunggang motor sejati kami jadinya datang
belakangan. Sebenarnya memang sudah direncana datang telat. Selain membayangkan
acara akan dimulai sedikit lebiih lambat, awal-awal acara biasa dimulai dengan
ramah tamah dan sebagainya -yang bukan konsumsi utama kami.
Secara masih muda belia begini, yang kami kejar ya acara
gemerlap hiburan (faktanya: kami cukup bersedih saat menyadari bahwa acara
makan-makan baru saja selesai begitu kami datang). Ada pembacaan puisi oleh dua
penyair muda jambi (salah satunya menurut saya keren banget), musikalisasi
puisi, tari dan juga musik melayu.
Sebagai seorang pendatang, saya merasa sudah
sangat ‘dikotori’ oleh budaya melayu. Kejawaan saya luntur. Pakaian jiwa saya
sudah bercampur antara motif jawa dan melayu –yang sepertinya sudah makin
didominasi oleh melayu. Saya tergila-gila dengan segala hal yang berbau melayu.
Terutama musiknya.
Malam itu telinga saya seperti tengah berada
di syurga. Oh ini berlebihan sekali. Rentak gendang serta alunan lagu yang
mendayu-dayu berpadu dengan sangat harmonis bersama alat-alat musik yang lain.
Tidak berhenti sampai di situ saja, musik yang indah itu kemudian dipadukan
dengan gerak tari, gerak tubuh yang sedang membahasakan/mewujudkan rentak suara
sehingga bisa terindera oleh kedua mata. Alamaaaakkk...
Entah sejak kapan saya begitu mencandu melayu.
Di tengah pertunjukan tari zapin, saya
membayangkan orang-orang begitu susah payah menemukan dan mencipta komposisi
tari yang hebat, tapi lihatlah di sini, di hadapan saya sekarang iniada harta
karun yang tinggal diambil begitu saja.
Bila ada hal yang disayangkan, salah satunya
adalah begitu ‘mahalnya’ pertunjukan-pertunjukan seperti ini. Selama di jambi
(atau mungkin selama hidup saya sejauh ini) baru dua kali saya menonton secara
langsung, yang keduanya bertempat di rumah dinas gubernur ini. Saya jadi merasa
mendadak bangsawan yang tengah diundang hadir untuk menyaksikan pertunjukan
yang hanya dipergelar di istana raja.
Hal lain adalah masalah dokumentasi. Ya, sudah
seharusnya saya menularkan keterjangkitan saya akan melayu kepada khalayak
ramai. Akan tetapi dari sekian photo yang diambil kebanyakan tidak layak
tayang, kalau tidak blur ya berisi foto-foto narsis manis. Ahai!
Untuk pertunjukan tari saya merekamnya dalam
bentuk video dengan menggunakan kamera digital saya berpixel sederhana. Masih
menimbang-nimbang untuk sekiranya di-upload-kan ke youtube. Nanti bila
terunggah pasti saya sebarkan.
Sementara, hanya foto di atas ini yang bisa
saya bagi. Jangan salah kira, menurut kami dari sekian bagian dan
pernak-pernik di rumah dinas gubernur, karpetnyalah yang
paling menarik. Bahkan kami sempat berencana foto di atasnya sambil rebahan! Nah,
jadi foto tampak sepatu ini tidak terlalu norak bukan? ^^
0 komentar:
Posting Komentar