Selasa, 23 November 2010

Aku Akan Selalu Butuh, Pisau Itu!


Ide terbodoh adalah aku keluar dari ini semua. Berjalan tanpa arah. Bergandeng-gandeng dengan tangan-tangan sepi sambil sesekali mengeluarkan duri dari tumpukan jerami. Aku ingin mengangkat tangan. Menyerah pada ketiadaan. Mungkin pula  ikut berbaring memeluk lekuk daun-daun kering. Daun-daun yang gugur dalam tatapan mata maut yang runcing. 

Semua menjulurkan pisau, hingga akhirnya aku tersudut sendiri pada ruang yang temboknya telah dikosongkan. Di mana paku-paku itu? Di mana topeng-topeng itu? Aku masih ingin menjadi pohon, menjadi tiang listrik, menjadi kerikil di becek jalan sehabis hujan, menjadi bunyi-bunyi sunyi, menjadi patung yang mirip aku.

Di saat mencoba memahami yang lain aku lupa memakai nama sendiri. Semua jadi pergi. Meninggalkan sebulat matahari yang tak pernah tergigit menjadi sabit. Sengat menyengat sampai aku teringat untuk melupapakaikan nama sendiri.

Di mana kata itu, di mana mata itu, di mana belati itu. Biar kuukir jantungku menjadi patung kehancuran yang sempurna, kehancuran untukku menamai segalanya, dan menarik yang telah ke luar ke dalam semua.  

0 komentar:

Posting Komentar