Ide terbodoh
adalah aku keluar dari ini semua. Berjalan tanpa arah. Bergandeng-gandeng dengan
tangan-tangan sepi sambil sesekali mengeluarkan duri dari tumpukan jerami. Aku ingin
mengangkat tangan. Menyerah pada ketiadaan. Mungkin pula ikut berbaring memeluk lekuk daun-daun kering.
Daun-daun yang gugur dalam tatapan mata maut yang runcing.
Semua menjulurkan
pisau, hingga akhirnya aku tersudut sendiri pada ruang yang temboknya telah
dikosongkan. Di mana paku-paku itu? Di mana topeng-topeng itu? Aku masih ingin
menjadi pohon, menjadi tiang listrik, menjadi kerikil di becek jalan sehabis hujan,
menjadi bunyi-bunyi sunyi, menjadi patung yang mirip aku.
Di saat
mencoba memahami yang lain aku lupa memakai nama sendiri. Semua jadi pergi. Meninggalkan
sebulat matahari yang tak pernah tergigit menjadi sabit. Sengat menyengat
sampai aku teringat untuk melupapakaikan nama sendiri.
Di mana
kata itu, di mana mata itu, di mana belati itu. Biar kuukir jantungku menjadi
patung kehancuran yang sempurna, kehancuran untukku menamai segalanya, dan menarik
yang telah ke luar ke dalam semua.
0 komentar:
Posting Komentar