Jumat, 29 Oktober 2010

Iqbal, Cokelat yang Terbungkus


“Panas ini begitu pedih,” katamu. Kita sama-sama melumer, bergelut dengan peristiwa-peristiwa yang encer. Lunak jiwa kita entah oleh air mata, entah pula air mata siapa. Kadang kepedihanku yang kau tangiskan. Kadang didih di dadamu yang aku rintihkan. Di lumer ini kita masih dekat, menarik-menarik cemas tak ingin berlepas.

Lalu entah tangan siapa, atau mungkin itu sayap-sayap doa kita yang akhirnya mengirim teduh hujan, dan dingin ruang-ruang batin. Kita makin erat. Kembali merasakan keceriaan yang padat, kerenyahan padu dalam beku. entah siapa yang mendekap tawa. Kadang kebahagiaanku kau yang ceriakan. Kadang peroleh manismu yang aku senyumkan. 

Sahabat, kau aku jiwa-jiwa yang masak dari tungku. Padu rekat lelah beku bungkus terbuka dalam warna mata jiwa yang sama.

Hingga suatu saat nanti, ketika kita habis di geraham usia. Bungkus itu akan kekal selamanya. Di dasarnya iqbal menulis. “Persahabatan adalah masuk syurga tapi tak sendirian.”

0 komentar:

Posting Komentar