Jumat, 19 Juli 2013

Alma


Titik-titik salju jatuh bertabur di tubuh kota. Memutihkan atap-atap rumah yang tinggi. Menjadikannya seperti kepala para manula yang tertunduk dingin, putih dan renta. Padahal ini musim dingin yang biasa, salju bertumpuk dan perlahan mencair di  mana saja, tetapi penduduk kota masih saja bertahan di depan perapian. Orang-orang dewasa menenggak anggur, bernyanyi dan melanturkan cerita-cerita yang membosankan.

Seorang gadis kecil berhasil menarik diri. Menyelinap dan keluar dengan balutan baju, syal dan topi tenunan ibunya yang tebal dan hangat. Hanya bulat wajahnya yang langsung bersentuhan dengan hawa dingin kota. Namun senyum yang cerah justru terkembang di wajah itu seraya dua kakinya saling berpacu, melompat-lompat, berjalan zig-zag, membuat jejak-jejak di atas hamparan putih salju yang perlahan mencair.

Gedung-gedung yang menjulang memberi jarak selebar tiga hingga lima kali regangan tanganya untuk leluasa menjelajah kota. Ke tempat-tempat yang belum pernah ia tapaki. Yang di hari biasa jalanan itu akan penuh lalu-lalang orang dewasa yang berjalan tergesa.

Jantungnya berdegup –berdendang- riang sekali. Matanya yang biru dan kecil berputar kesana-kemari. Mata yang kini serasa memiliki seluruh kota.

Hingga di sebuah tempat ia baru berhenti. Nafasnya sediki tersengal. Pandangannya kini terpaku pada sebuah papan tulis besar seperti yang ada di kelasnya. Ivan, Jini, Juli, Juanita, Cecile, Martina, Erico, dan sekian banyak nama telah tertera di sana dengan gaya tulisan masing-masing

Tak sadar tanganya langsung merebut kapur tulis yang tergeletak di bawah papan itu. Jika saja ia tak memakai sarung tangan, kapur sepanjang jari telunjukknya itu pasti akan terasa dingin sekali dalam genggamannya. 

Dengan sedikit menjinjitkan kakinya gadis kecil itu berhasil menambahkan sebuah nama, Alma.

Tiba-tiba ia mendengar suara benda berderak dari arah yang berlawanan. Dari tolehan kepalanya sebuah boneka berdiri di balik kaca memukau pandangannya, berikut jendela toko berbentuk bulat seperti mulut seekor beruang raksasa yang menganga

Hanya dalam hitungan detik wajahnya sudah merapat ke kaca jendela itu. “Hah!” tanpa sadar ia menjerit kagum. Tepat di balik kaca itu ada boneka berjaket putih dengan rompi berawarna merah jambu dan topi rajutan berwarna biru itu tampak lebih seperti duplikasi dirinya. Nyaris sama persis.

Tanpa berfikir panjang ia langsung memutar gagang pintu. Namun sayang sekali pintu berbahan kayu bercat coklat gelap itu terkunci. Lantas dengan perasaan kecewa ia membuat bola dari gumpalan salju, melemparkan ke pintu itu lalu melangkah pergi.

Baru beberapa langkah ia mendengar suara benda bergerak. “Hah!” lagi-lagi ia terlonjak senang begitu berbalik dan menatap celah pintu yang telah terbuka. Ia pun bergegas masuk. Suara langkah kakinya terdengar memantul hingga langit-langit toko boneka itu, memecah kesunyian yang begitu dingin. 

Segera dicarinya boneka yang mirip dirinya tadi, namun entah siapa yang memindahkan, boneka yang semula berdiri dekat kaca sudah ada di tengah ruang. Di sebuah meja bulat berwarna hitam dan tua.

Saat akan mengambil boneka itu, ia terlonjak karena tiba-tiba kakinya ditabrak sebuah boneka bersepeda roda tiga. Sepeda itu langsung terguling dan menjatuhkan pengendaranya. Dengan sedikit perasaan lega ia menegakkan kembali boneka itu dan seketika sepeda meluncur kembali dan menghantam pintu berulang-ulang kali. Begitu keras seperti sedang berusaha sekuat tenaga mendobrak pintu itu.

Alma kembali menoleh ke bonekanya, namun ia malah terkejut, boneka yang juga bersyal merah itu sudah tidak ada di sana. Sudah berada di deretan rak yang sedikit lebih tinggi bersama aneka boneka lainnya.

Dengan menaiki sebuah sofa ia menjulurkan tangannya hendak meraih boneka itu. Namun dalam gerakan yang begitu cepat segalanya berubah menjadi gelap. Nafasnya menjadi tersengal-sengal seperti tengah terperangkap dalam ruang yang sempit.

Saat matanya terbuka ia merasa ada sesuatu yang ganjil. Bola matanya mengeluarkan suara gesekan setiap kali ia memutarnya ke kiri dan ke kanan. Sementara seluruh tubuhnya kaku dan sama sekali tak bisa digerakkan.


Nb: cerita di atas adalah ‘terjemahan’ bebas dari sebuah film pendek berjudul sama ALMA. Berikut kami tayangkan juga versi audio visualnya. Sila menikmati. ^^

Eh, setelah beberapa kali gagal melampirkan secara langsung, jadi sementara kami cantumkan link dulu ya, hehe... Klik di sini



1 komentar:

Trya Pamungkas mengatakan...

keren.. folback bang ^^

Posting Komentar