Rabu, 30 Januari 2013

Tari Zapin dan Karpet Istana



Dalam rangkaian PPN VI (Pertemuan Penyair Nusantara) di Jambi saat menjelang penghujung tahun lalu kami berdua juga ikut bersibuk diri. Beberapa detail dari rangkaian acara tersebut Insya Allah akan kami utarakan pada tulisan-tulisan berikutnya. 

Tanggal 29 malam adalah malam ramah tamah sekaligus pembukaan dan sambutan oleh Gubernur Jambi. Acara yang bertempat di rumah dinas kantor gubernur ini dimulai selepas maghrib. Saat itu kota jambi sedang bertabur hujan, sebagai penunggang motor sejati kami jadinya datang belakangan. Sebenarnya memang sudah direncana datang telat. Selain membayangkan acara akan dimulai sedikit lebiih lambat, awal-awal acara biasa dimulai dengan ramah tamah dan sebagainya -yang bukan konsumsi utama kami. 

Secara masih muda belia begini, yang kami kejar ya acara gemerlap hiburan (faktanya: kami cukup bersedih saat menyadari bahwa acara makan-makan baru saja selesai begitu kami datang). Ada pembacaan puisi oleh dua penyair muda jambi (salah satunya menurut saya keren banget), musikalisasi puisi, tari dan juga musik melayu.

Sebagai seorang pendatang, saya merasa sudah sangat ‘dikotori’ oleh budaya melayu. Kejawaan saya luntur. Pakaian jiwa saya sudah bercampur antara motif jawa dan melayu –yang sepertinya sudah makin didominasi oleh melayu. Saya tergila-gila dengan segala hal yang berbau melayu. Terutama musiknya.

Malam itu telinga saya seperti tengah berada di syurga. Oh ini berlebihan sekali. Rentak gendang serta alunan lagu yang mendayu-dayu berpadu dengan sangat harmonis bersama alat-alat musik yang lain. Tidak berhenti sampai di situ saja, musik yang indah itu kemudian dipadukan dengan gerak tari, gerak tubuh yang sedang membahasakan/mewujudkan rentak suara sehingga bisa terindera oleh kedua mata. Alamaaaakkk...

Entah sejak kapan saya begitu mencandu melayu. 

Di tengah pertunjukan tari zapin, saya membayangkan orang-orang begitu susah payah menemukan dan mencipta komposisi tari yang hebat, tapi lihatlah di sini, di hadapan saya sekarang iniada harta karun yang tinggal diambil begitu saja.

Bila ada hal yang disayangkan, salah satunya adalah begitu ‘mahalnya’ pertunjukan-pertunjukan seperti ini. Selama di jambi (atau mungkin selama hidup saya sejauh ini) baru dua kali saya menonton secara langsung, yang keduanya bertempat di rumah dinas gubernur ini. Saya jadi merasa mendadak bangsawan yang tengah diundang hadir untuk menyaksikan pertunjukan yang hanya dipergelar di istana raja.

Hal lain adalah masalah dokumentasi. Ya, sudah seharusnya saya menularkan keterjangkitan saya akan melayu kepada khalayak ramai. Akan tetapi dari sekian photo yang diambil kebanyakan tidak layak tayang, kalau tidak blur ya berisi foto-foto narsis manis. Ahai!

Untuk pertunjukan tari saya merekamnya dalam bentuk video dengan menggunakan kamera digital saya berpixel sederhana. Masih menimbang-nimbang untuk sekiranya di-upload-kan ke youtube. Nanti bila terunggah pasti saya sebarkan.

Sementara, hanya foto di atas ini yang bisa saya bagi. Jangan salah kira, menurut kami dari sekian bagian dan pernak-pernik di rumah dinas gubernur, karpetnyalah yang paling menarik. Bahkan kami sempat berencana foto di atasnya sambil rebahan! Nah, jadi foto tampak sepatu ini tidak terlalu norak bukan? ^^

0 komentar:

Posting Komentar