Jumat, 24 September 2010

Jambi di Mataku


Banyak sate padang disini, tapi ini bukan padang. Banyak mpek-mpek disini, tapi ini bukan Palembang. Ancol dan Monas juga ada, tapi ini bukan Jakarta. Iko Jambi namonyo jo’!
Begitulah uniknya Tanah Melayu kami. Belum lagi jika naik angkot kecil yang dibuat macam bentuk mobil  balap  mainan dengan tempelan stiker berserakan dibadannya. Tuan akan duduk menyamping, sembari sopir yang SIMnya diperoleh dengan jalan nista membanting-banting setir sekehendak perutnya, sambil menyetel musik sangat kencang, dengan salon yang mengganggu posisi duduk para penumpang.
Dan jadilah para penumpang layaknya jemaah tahlilan yang bergoyang kiri kanan sembari mengucap-ucap nama Tuhan dengan nada cemas.
Ah, tak usah berprasangka buruk dulu. Sebab belum lagi Tuan temui betapa santun perangai dan murah simpul tersungging diwajah Melayu kami. Jadi tak heranlah jika yang dirasakan layaknya manis Masuba (Kue khas Jambi) di hati sebab itulah yang temurun diajarkan tetuo kami, supaya tetap terjaga elok kalimat “Jambi Kota Beradat” itu.
Anak jambi janganlah dikenang, jiko dikenang menariklah ngati…
Nah kalulah Tuan merasa penat, dan hendak sedikit mengayunkan tangan melenggangkan kaki. Marilah kuantar  menikmati syahdunya aliran sungai kecintaan kami_ Batanghari dengan Sembilan cabangnya yang mengalir dari sepucuk Jambi ke Sembilan lurah. Tuan kan dibawa oleh sang saksi sejarah kembali ke masa di mana …mengayuh biduk menajur kail.
Lalu Datuk Paduko Berhalo, sang pemimpin negeri melayu yang arif bijaksana melepaskan dua ekor angso guna menentukan batas-batas tanah kerajaan melayu jambi. Maka mengikutlah angso yang duo itu menyusur hingga ke. Maka jangann heran bila melihat angso duo itu bertengger di lambing negeri melayu kami iko.
Tak usah Tuan pusingkan urusan pemuda-pemudi jaman sekarang yang tak khatam rukun iman yang bertenggeran di pinggiran sungai. Atau persoalan kenapa pusat jual beli atawa yang disebut Mall itu mencelupkan kaki-kaki betonnya di pinggiran sungai, itu bukan urusan kita.
Selain itu tuan, masih ada sembilan lurah lagi yang dapat tuan singgahi sewaktu -waktu jika kembali kesini. Juga sedikit sajian sederhana kami, mulai dari tempoyak sampai gelamai. Dari kain kuluk hingga songket.


0 komentar:

Posting Komentar